CERPEN
USAI
Oleh: Aulia Nur Azizah/lintendra
Sean Nathaputra.
Tampan, baik, berada, dan berprestasi.
Menurut ku, dialah defisini sempurna yang sebenarnya.
Namun, ada satu hal di balik kesempurnaan nya yang tidak diketahui orang lain.
Namanya Kaivan. Pemuda itu berjalan santai di koridor sekolah yang masih sepi. Wajar, karena jam masih menunjukkan pukul enam lebih seperempat. Siulan kecil terdengar merdu dari celah bibir ranumnya.
Senyumnya merekah mendapati Sean—sahabat karibnya— sedang membaca buku pelajaran di bangkunya. Kacamata baca berbingkai emas itu nampak cocok bertengger di atas hidung mancungnya.
"Senn liat PR Sosiologi dong," pinta Kaivan.
"Kebiasaan! Kamu ada masalah apa sih sama sosiologi?"
Kaivan terkekeh kemudian larut dalam kegiatan salin-menyalinnya. Sean hanya menggeleng melihat kelakuan sahabatnya itu.
"Kamu ngga pengen main kemana gitu Sen? Mumpung besok hari Sabtu," tanya Kaivan.
Sean menggeleng. Matanya masih terus terpaku pada buku di hadapannya seolah terhipnotis.
"Meski pengen aku juga ngga bisa, apalagi Minggu depan PAS, ayah sama bunda pasti ngga ngasih izin kayak yang sudah-sudah."
"Tapi kalo Kai pengen main, itu si Chandra kan ada," sambung Sean.
"Dia mahh, masa main sama temen tapi dia nya sering banget ajak cewek, udah gitu ceweknya gonta-ganti lagi," dengus Kaivan sebal.
Tawa kecil Sean menutup dialog kedua pemuda rupawan itu di pagi hari ini. Kelas yang tadinya sepi kini berangsur-angsur menjadi ramai dan penuh.
***
Seperti biasa, Sean tidak akan bisa dihubungi selama pekan ujian. Dia bilang dia sibuk belajar dan tak sempat bermain media sosial. Aku heran, padahal nilainya sudah selalu sempurna tapi dia masih tetap belajar sekeras itu. Sesuka itu kah kamu pada belajar, Sean?
Atau …?
***
Aku tidak pernah tau apa yang terjadi dalam rumah Sean. Sebelum hari itu tiba.
Di dalam peti berwarna hitam itu tubuh Sean terbujur kaku. Kulit seputih susu nya berubah menjadi pucat. Bibir merah merekah itu kini pucat kebiruan. Kaivan terpaku menatap nanar kearah garis ungu kebiruan yang memutari leher sahabatnya itu.
Sialan!
Seharusnya aku sadar sejak awal.
Seharusnya aku sadar begitu nilai 90 menyisip di raport Sean yang selalu sempurna.
Seharusnya aku tidak patuh pada titahnya untuk membaca surat itu di rumah.
Awan kelabu sudah menggantung sedari pagi, seolah ikut bersedih atas kepergian Sean. Hujan rintik-rintik pun turun menemani barisan iring-iringan jenazah Sean, seolah ikut serta mengantar pemuda jangkung itu hingga ke liang lahat.
Setelah selesai mengikuti serangkaian kegiatan di rumah mendiang Sean, Kaivan termenung di atas tempat tidurnya. Digenggamnya sepucuk surat dari Sean yang dia terima beberapa saat sebelum berita kematian Sean terdengar.
Sepucuk surat berisi ungkapan Sean yang sudah tak tahan dengan paksaan dan tuntutan orangtuanya. Surat itu diakhiri ungkapan syukur dan terima kasih pada Kaivan mengingat hanya pemuda berkulit Tan itulah yang sudi menjadi teman akrabnya.
Kini yang tersisa hanyalah jeratan penyesalan sepihak oleh Kaivan. Serta untaian kenangannya bersama Sean dalam kepala berambut hitam kecoklatan itu.
Namun, perlahan senyum tipis terukir di wajah sayu nya. Tekad untuk mengikhlaskan tercermin dalam sorot matanya yang indah.
Usai sudah perjalanan mu yang penuh paksa, Sean.
Kini, kamu sudah berada ditempat yang seharusnya.
Tempat dimana kamu tidak akan lagi mendapat paksaan dari siapapun.
Meski telah usai kisah kita,
semua tentang mu akan ku bawa hingga di pusara.
*SELESAI*
FACE CLAIMED
(Kai EXO) . (Sehun EXO)
BIONARASI
Namanya Aulia Nur Azizah, dia acap kali disapa Aulia/Lia. Gadis yang lahir pada 25 April 2007 ini sangat menyukai kucing dan panda. Dia juga seorang penulis dengan nama pena lintendra, seorang penulis yang sangat-sangat tidak konsisten dalam dunia kepenulisan karena sering mengalami writer block.
Tugas yang dikerjakan sudah cukup baik dan bisa dikembangkan lagi. Tetap semangat menulis!
BalasHapus